Membuka Pintu Ketenangan dan Pemulihan Batin dengan Meditasi Buka Hati – di Balik Dinding Penjara Medan

Di Rutan Perempuan Kelas IIA Medan, kehidupan berjalan dalam pola yang ketat. Hari-hari dipenuhi rutinitas, emosi disimpan rapat, dan penyesalan menjadi teman diam yang terus mengikuti. Dalam ruang-ruang itu, waktu bisa terasa lambat, dan banyak yang merasa kehilangan arah. Namun, beberapa bulan terakhir, ada sesuatu yang berbeda mulai tumbuh—bukan lewat kebijakan atau program besar, melainkan dari hati ke hati.
Gerakan ini dimulai melalui Kelompok Sosialisasi Hati (KSH), sebuah inisiatif komunitas Natural Way of Living yang memperkenalkan Meditasi Buka Hati secara gratis kepada masyarakat luas. Kali ini, yang dimaksud dengan “masyarakat” adalah para warga binaan perempuan dan anak-anak di lembaga pemasyarakatan—mereka yang kerap terpinggirkan, namun tetap memiliki kerinduan yang sama untuk merasakan ketenangan, terhubung kepada Tuhan YME, dan memulai pemulihan batin dari dalam.
Meditasi Buka Hati sendiri bersifat universal dan tidak terikat agama tertentu. Praktik ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan keyakinan apa pun, melainkan justru memperdalam hubungan spiritual yang sudah dimiliki masing-masing orang. Ketika hati terbuka, doa pun bisa terasa lebih khusyuk dan menyentuh.
“Kami datang bukan untuk mengajar atau memperbaiki,” ujar Dewi Wijaya, salah satu anggota tim KSH Medan yang mewakili gerakan ini dalam wawancara. “Kami datang dengan hati yang terbuka. Karena di balik diamnya para warga binaan, kami merasakan ada kelelahan, luka batin, trauma, dan penyesalan. Itu semua bukan sesuatu yang bisa dijangkau lewat kata-kata, tapi bisa disentuh saat hati mulai terbuka kepada Tuhan.”
Tim dari KSH Medan telah melaksanakan enam sesi Meditasi Buka Hati di rutan perempuan, disusul tiga sesi lanjutan atas permintaan pihak lembaga sendiri setelah melihat dampaknya. Total, lebih dari 300 warga binaan perempuan telah ikut serta. Program ini juga menjangkau Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Medan, di mana 200 warga binaan anak mengikuti kegiatan dalam dua kunjungan—masing-masing terdiri dari dua sesi.

Setiap kunjungan disiapkan dengan seksama: survei lokasi, koordinasi dengan pihak lembaga, serta doa dan refleksi bersama sebelum dan sesudah sesi. Para anggota KSH tidak membawa prosedur yang kaku, tetapi menghadirkan ketulusan dan kesediaan untuk hadir sepenuh hati.
Apa yang terjadi selama sesi mungkin tidak selalu tampak secara kasat mata. Tak ada aktivitas yang dramatis. Hanya ruang yang tenang dan terbuka. “Suasananya berubah,” kenang Dewi. “Ada yang menangis, ada yang diam termenung. Ada ketenangan—sesuatu yang terasa sakral. Beberapa merasa seperti disayangi kembali, seolah baru kali itu ada yang mengingat mereka. Ada yang merasa sedih, ada yang merasa damai. Banyak yang mengatakan, mereka kembali merasakan kehadiran Tuhan. Bahkan, tak sedikit yang berkata: ‘Kami merasa lebih bahagia… bahagia saja berada dalam kasih sayang Tuhan.’”
Dampaknya juga dirasakan oleh petugas lembaga. “Sebelumnya suasananya cukup tegang—sering ada pertengkaran, suasana hati tak stabil,” ujar salah satu staf. “Setelah sesi KSH, suasana jauh lebih tenang. Mereka lebih damai.”

Bagi para relawan, pengalaman ini bukan hanya tentang memberi, tapi juga menerima. “Kami justru merasa lebih bersyukur,” ujar Dewi. “Melihat seseorang kembali terhubung dengan hatinya, menyaksikan sejenak momen pemulihan batin… ini meninggalkan kesan yang dalam bagi kami semua.”
Ketika ditanya mengapa Meditasi Buka Hati dibawa ke dalam penjara, Dewi menjawab tanpa ragu, “Karena melalui hati, kita terhubung dengan Tuhan. Saat satu hati pulih, kasih sayang itu akan mengalir ke sekelilingnya. Bahkan satu hati yang terbuka bisa menjadi awal dari kedamaian.”
Tak ada sorotan media. Tak ada tepuk tangan. Hanya ruangan yang sunyi, dan orang-orang yang selama ini dilupakan—duduk dalam ketenangan, membiarkan hati mereka terbuka dan mengalami Kasih Sayang Tuhan. Di situlah, pemulihan batin mulai terjadi.

